TANDA  AKHIR ZAMAN
Yang Sedang Tergenapi Dari Kitab Wahyu
Bagian – 1

Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat.
Wahyu 1 :3


Hari-hari ini salah satu tuntunan Tuhan bagi gereja kita melalui Gembala Pembina adalah untuk banyak membaca kitab Wahyu. Tuntunan ini diberikan untuk menyadarkan kita bahwa waktu kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua kali sudah sangat-sangat dekat.
Memang benar, jika kita membaca dan mempelajari kitab Wahyu, maka kita akan mendapati bahwa mayoritas tanda-tanda kedatangan Tuhan Yesus yang ditulis di kitab ini telah dan sedang tergenapi. Itu artinya dengan membaca kitab Wahyu, kemudian melihat keadaan disekitar kita maka kita akan mengerti bahwa kita memang sudah berada di akhir dari akhir zaman. Tanda-tandanya begitu nyata. Sekalipun Tuhan memberikan peringatan dan tanda kedatangan-Nya di banyak kitab dalam Alkitab, namun hanya melalui kitab Wahyu saja kita akan tercengang bahwa ternyata penggenapan tanda-tanda kedatangan-Nya sudah sangat nyata.
Berikut adalah tanda kedatangan Tuhan Yesus kedua kali yang kitab Wahyu tulis dan penggenapannya sudah dan sedang tergenapi:

1. MENGERINGNYA SUNGAI EFRAT
Dan malaikat yang keenam menumpahkan cawannya ke atas sungai yang besar, sungai Efrat, lalu keringlah airnya, supaya siaplah jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah timur.” (Why 16:12)
Ini adalah satu-satunya ayat di Perjanjian Baru (PB) yang menulis tentang sungai Efrat. Bersama sungai Tigris, Sungai Efrat adalah sungai besar di Mesopotamia. Saat ini melingkupi negara Turki, Suriah, dan Irak. Sungai ini mengalir sepanjang 2.781 km dari hulunya di kota Anatolia, Turki kemudian mengalir ke Suriah, Irak dan kemudian bermuara di Teluk Persia Irak.

 

Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.23 [50%].jpg

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disepanjang sejarah kuno, sungai Efrat sangatlah berpengaruh bagi kehidupan di sepanjang aliran sungainya. Bersama sungai Tigris Utara dan sungai Nil di Mesir, sungai Efrat telah menciptakan Daerah Bulan Sabit Subur di tengah-tengah tandusnya daerah Timur Tengah. Dengan debit airnya yang besar, selama ribuan tahun sungai Efrat telah menghidupi banyak orang, mengairi banyak lahan pertanian, mendukung jalur transpor-tasi yang menghidupkan perekonomian, dan melahirkan peradaban-peradaban besar. Hampir semua peradaban di Mesopotamia, seperti peradaban Sumeria, muncul di Daerah Bulan Sabit Subur ini.
Sungai Efrat sangatlah terkenal dan tidak pernah “mati”. Namun suatu waktu, Alkitab mengatakan bahwa sungai itu akan mengering sehingga orang bisa melaluinya. Alkitab mengatakan bahwa mengeringnya sungai Efrat ini adalah sebagai jalan datangnya tentara yang besar dari daerah Asia Timur yang akan turut serta menyerang Israel dalam perang Harmagedon. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana sungai besar ini bisa mengering?
Setidaknya ada dua pengertian tentang pengertian bagaimana mengeringnya sungai Efrat ini, yaitu: Pengertian secara fisik, dan pengertian secara politik:

 A. MENGERINGNYA SUNGAI EFRAT SECARA FISIK.

Pada saat ini, sungai Efrat melintasi tiga negara, yaitu: Turki, Suriah, dan Irak. Sebagai pemilik 90% mata air sungai, pada tahun 1982 pemerintahan Turki menyetujui proyek ambisius pembangunan kompleks bendungan pembangkit tenaga air yang diberi naman Proyek Anatolia Tenggara (Güneydoğu Anadolu Projesi, atau GAP). Dalam GAP ini akan dibangun 22 bendungan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan irigasi dan pasokan Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.12 [50%].jpglistrik Turki yang selama ini mereka impor dari Rusia dan Iran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada tahun 1983 bendungan terbesar proyek GAP yang bernama Bendungan Atartük akhirnya dibangun dan selesai pada tahun 1990. Untuk mengisi bendungan berkapasitas 27 miliar kubik ini, Turki kemudian menutup total aliran sungai Efrat selama 30 hari penuh. Selama masa pengisian tersebut, tidak ada setetes pun aliran air mengalir ke Suriah dan Irak. Situasi ini membuat gusar pemerintahan Suriah dan Irak kepada Turki, namun Turki berusaha meyakinkan mereka bahwa ini hanya sementara, sebab jika bendungan telah penuh maka mereka akan mengalirkan kembali aliran sungai Efrat seperti semula. Selain itu pemerintahan Turki juga berjanji bahwa proyek bendungan Atartük juga akan menjadi irigasi besar yang akan membantu Suriah dan Irak mengatasi banjir bandang sungai Efrat yang terjadi saat hujan datang. Pernyataan pemerintahan Turki ini sempat meredakan ketegangan antara ketiga negara tersebut. Namun setelah bendungan penuh, dan aliran air dibuka kembali, betapa terkejutnya rakyat Suriah menyaksikan bahwa debit air yang mengalir sangatlah berkurang dari debit sebelumnya. Dan ini menimbulkan “dendam” pemerintah Suriah terhadap Turki. Langkah awal tindakan kekecewaan pemerintah Suriah kepada Turki adalah dengan mendukung Partai Pekerja Kurdistan (Partiya Karkerên Kurdistanê atau PKK) di Turki. PKK adalah kelompok militan etnis Kurdi yang selama ini terlibat kontak senjata dengan pemerintahan Turki untuk mendirikan negara Kurdi merdeka di wilayah Turki Tenggara. Akibat keputusan Suriah tersebut, hingga kini PKK menjadi ancaman serius bagi rakyat Turki. Jika kita menyaksikan teror bom dan serangan-serangan terhadap warga sipil Turki yang terjadi hari-hari ini, selain dilakukan oleh ISIS Suriah, serangan-serangan itu juga diduga dilakukan juga PKK dukungan Suriah. Melihat perselisihan yang terjadi ini, akhirnya pada tahun 2010 Bank Dunia menghentikan pendanaan pembangunan proyek GAP Turki. Sampai Turki, Suriah, dan Irak dapat sepakat mengenai pembagian aliran air sungai Efrat.
Lalu bagaimana dengan Irak? Masih adakah bagian air yang mengalir di sungai Efrat mereka? Jika Suriah saja yang lebih dekat dengan Turki mendapatkan bagian air sedikit, apa lagi Irak yang lokasinya sangat jauh dari Turki. Desa-desa di bagian selatan Irak, yang dulu menggantungkan hidupnya dari aliran sungai Efrat kini mulai mengalami kekeringan. Penduduk yang dulu tinggal di desa-desa di pinggir sungai Efrat mulai meninggalkan desa mereka. Itu dikarenakan air sungai semakin berkurang dan rawa-rawanya mulai mengering.
Rakyat Irak sebetulnya masih beruntung, sebab mereka masih memiliki sungai Tigris di sebelah utara. Dan pemerintah Turki telah memberikan kompensasi kepada rakyat Irak dengan membangun tempat-tempat pengolahan air bersih untuk mengolah air sungai Tigris dan mengalirkannya ke daerah-daerah berdampak keringnya sungai Efrat. Namun karena perubahan iklim (climate change) yang melanda seluruh dunia termasuk Turki, mengakibatkan penurunan luas salju di pegunungan utara Turki sehingga membuat debit air sungai Tigris juga berkurang. Dampaknya, rakyat Irak tetap menggunakan sisa-sisa air sungai Efrat, dan jika musim kemarau panjang melanda, seperti yang terjadi di tahun 2013, maka rakyat Irak-lah yang sangat mengalami kerugian.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.15 [50%].jpgJika kita melihat bagaimana Turki paling banyak menerima “getah” serangan teror dari bangkitnya ISIS Irak, itu juga tidak bisa terlepas dari dendam sebagian rakyat Irak terhadap Turki perihal air sungai Efrat. Mereka sedang terlibat “perang air” atau “water conflict” antara Turki dengan Suriah dan Irak.
Salah satu tanda kedatangan Tuhan Yesus yang ditulis di kitab Wahyu adalah mengeringnya sungai Efrat. Dari penjelasan di atas, bagaimana secara fisik kita dapat melihat bahwa hari-hari ini debit air sungai Efrat terus berkurang akibat dibangunnya bendungan-bendungan di negara Turki mem-buktikan bahwa nubuat tentang mengering-nya sungai Efrat sedang tergenapi.
Jadi, jika hari-hari ini kita menyaksikan bagaimana sungai Efrat mulai mengering, itu artinya waktu kedatangan Tuhan Yesus sudah sangat-sangat singkat. Proses pengeringan sungai Efrat adalah peringatan yang ditulis di kitab Wahyu agar kita berjaga-jaga, tanda-tanda kedatangan-Nya sudah sangat nyata. Sungai Efrat sudah mulai mengering!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B. MENGERINGNYA SUNGAI EFRAT SECARA POLITIK.

Pada tahun 90-an Masehi yang lalu, rasul Yohanes yang sedang berada di pulau Patmos diberikan Tuhan sebuah penglihatan tentang apa yang akan terjadi di akhir jaman. Dalam penglihatan itu, rasul Yohanes melihat bahwa ada seorang malaikat, yaitu malaikat keenam, menumpahkan cawan ke atas sungai Efrat sehingga mengeringlah sungat besar itu, untuk mempersiapkan jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah Timur. Mereka adalah tentara dalam jumlah besar yang datang ke Timur Tengah untuk menyerang Israel dalam perang Harmagedon.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.11 [50%].jpgSetelah sekitar 2.000 tahun nubuat itu ditulis, kini kita dapat melihat bagaimana perkembangan teknologi persenjataan negara-negara di dunia ini, termasuk perkembangan militer di negara-negara Timur. Dengan diciptakannya alat-alat transportasi militer yang canggih seperti pesawat kargo berkapasitas besar, tank dan panzer amphibi pengangkut tentara yang mampu melewati segala medan termasuk air, perahu-perahu karet, dan teknologi jembatan bailey yang hanya memerlukan waktu yang singkat dirakit untuk kemudian bisa dilewati oleh ribuan tentara, tank dan semua perlengkapannya menyeberang sungai. Akhirnya menimbulkan pertanyaan: Mengapa sungai Efrat harus dikeringkan? Bukankah saat ini adalah sangat mudah untuk memobilisasi kekuatan militer suatu negara ke negara lain termasuk dalam hal menyeberang sungai? Dunia militer sudah memiliki semua teknologi untuk menye-berang sungai!

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.10 [50%].jpgNubuatan yang tertulis di Alkitab mencakup banyak kemungkinan, mungkin itu mengandung arti secara jasmani/fisik, mengandung arti secara rohani, menunjuk kepada para pemimpin negara, atau berbicara tentang situasi politik. Termasuk pada waktu rasul Yohanes melihat tentang mengeringnya air di sungai Efrat mungkin itu berupa metafora atau kiasan. Untuk mengerti apa maksud kiasan yang dimaksud tentu kita harus kembali kepada Alkitab secara keseluruhan. Berikut penjelasannya:  
Dalam Wahyu 17:1, kata “air” ternyata melambangkan orang banyak atau penduduk. Jadi perairan sungai Efrat adalah kumpulan orang banyak atau penduduk di negara-negara yang tinggal disekitar sungai Efrat. Suatu saat, yaitu diakhir zaman, negara-negara ini akan “mengering” untuk mempersiapkan jalan bagi tentara dari negara-negara Asia Timur. Lalu untuk mengerti kata “mengering”, maka kita bisa melihatnya di Yehezkiel 37 tentang “Lembah tulang-tulang kering”. Di pasal ini, secara roh nabi Yehezkiel diperlihatkan seluruh suku Israel telah dibuat-Nya “mengering” akibat dosa-dosa mereka. Saat secara roh Israel terlihat sebagai “tulang-tulang yang kering” itu bukan berarti orang-orang Israel secara jasmani terlihat “kering” akibat tidak makan atau kekurangan air. Melainkan ini berbicara tentang Israel secara politis, yaitu tentang kerajaan Israel telah hancur karena Allah mengizinkan bangsa asing menaklukkannya. Itu mencakup digulingkannya pemerintahan dan para pemimpinnya, terseraknya sebagian besar penduduk Israel ke bangsa-bangsa lain untuk menjadi budak, tawanan, atau menjadi orang asing tanpa pengharapan. Jadi kata “kering” berarti keadaan negara/bangsa/ kerajaan yang hancur, tanpa pengharapan, tanpa pemimpin yang pasti, dan tidak memiliki kekuatan lagi akibat konflik dari dalam atau penaklukkan bangsa asing.
Dari penjelasan kata “air” di Why 17:1 yang berarti “orang banyak” atau “pen-duduk”, dan kata “kering” di Yeh 37 suatu bangsa yang ditaklukkan oleh bangsa lain sehingga tidak memiliki kekuatan lagi. Maka dapat disimpulkan bahwa arti dari “dilempar-kannya cawan ke sungai Efrat sehingga mengering agar raja-raja dari Timur dapat melewatinya” adalah: Suatu hari, yaitu di akhir zaman, murka Allah akan turun ke negara-negara di sekitar sungai Efrat yang mengakibatkan negara-negara tersebut tidak lagi memiliki kekuatan atau berada dibawah kekuasaan negara lain sehingga negara-negara dari Timur dapat melewati batas negara-negara tersebut tanpa masalah, dengan maksud untuk datang ke Tanah Perjanjian, yaitu Israel.

 

 

MENGERINGNYA “DAERAH BULAN SABIT SUBUR”
Sejak dahulu kala, negara-negara di Daerah Bulan Sabit Subur terbiasa dengan peperangan, sehingga negara-negara tersebut merupakan negara-negara yang kuat. Dengan dukungan dana dari sumber minyak mentah yang berlimpah dan dipimpin oleh diktator-diktator yang disegani, maka sulit sekali membayangkan jika negara-negara itu bisa hancur. Namun kenyataan berkata lain negara-negara di daerah tersebut satu per satu hancur, diawali dengan blunder Irak saat memutuskan untuk menginvasi Kuwait di tahun 1990. Invasi ini akhirnya memicu serangan militer negara-negara sekutu kepada Irak melalui Perang Teluk I. Setelah melewati perang 50 hari (15 Januari - 3 Maret 1991) Irak mengalami kekalahan telak. Tapi itu bukan kejatuhan Irak, negara ini masih berdiri dan pemimpin mereka masih berkharisma. Tapi waktu berjalan, akibat biaya perang yang besar, embargo per-dagangan PBB, dan hutang luar negeri yang menumpuk menjadikan Irak menjadi negara yang bangkrut dan gagal. Irak mengalami hiperinflasi, kemiskinan, dan penduduknya kekurangan gizi. Namun yang paling parah adalah tuduhan negara-negara sekutu, sebagai pihak yang menang perang, bahwa Irak menyembunyikan senjata pemusnah masal, mengembangkan senjata nuklir, melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum minoritas, terlibat berbagai aksi teror global, dan dicap sebagai ancaman bagi Timur Tengah.
Puncak kehancuran Irak adalah ketika AS mendapat serangan 11 September 2001. Dari hasil investigasi, Irak dituduh terlibat dalam serangan ini dan memicu penggunaan kembali kekuatan militer sekutu terhadap Irak dalam Perang Teluk II. Setelah itu, Irak hancur total, dan pemimpinnya, Saddam Husein, ditangkap dan dihukum mati. Tanpa pemimpin yang berkharisma, tanpa pemerintahan, dan akibat keadaan rakyat yang miskin, akhirnya Irak menjadi negara yang kacau. Pemberontakan kelompok-kelompok sektarian yang dulu ditekan kemudian muncul dan meluas sehingga memperparah keadaan Irak, sampai hari ini.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.18 [50%].jpgBelum juga beres masalah Irak, dunia dikejutkan dengan munculnya gelombang revolusi unjuk rasa dan protes di negara-negara Arab yang kemudian dikenal dengan  nama “Arab Spring”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.7 [50%].jpgPeristiwa ini dimulai pada tanggal 17 Desember 2010 oleh bangkitnya aksi demonstrasi, pemberontakan, dan revolusi di Tuniasia. Aksi ini muncul akibat bosannya rakyat Tunisia dipimpin oleh seorang diktator, merajalelanya praktek korupsi, kemisikinan, kesenjangan sosial, dan kerinduan mereka menjadi negara maju yang liberal namun tetap agamis seperti negara Turki. Namun yang mengherankan adalah aksi ini ternyata menjalar ke negara-negara lain di Timur Tengah, 11 hari kemudian terjadi di Aljazair, kemudian di Yordania (14 Jan 2011), Oman (17 Jan), Mesir (25 Jan), Yaman (27 Jan), Djiboti (28 Jan), Sudan (30 Jan), Bahrain (14 Feb), dan Libya (17 Feb). Aksi yang terjadi di Libya cukup parah, mengakibatkan terbunuhnya pemimpin diktator mereka Muammar Gaddafi. Kini keadaan Libya tidak jauh berbeda dengan Irak. Setelah Libya, aksi berlanjut ke negara Kuwait (19 Feb), Maroko (20 Feb), dan kemudian ke Suriah pada tanggal 26 Jan 2011.

 

 

 

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\233.8 [50%].jpgAksi yang terakhir, yaitu yang terjadi di Suriah adalah aksi yang terparah. Akibat gerakan sipil yang tadinya hanya aksi ketidakpuasan terhadap pemerintah Bashar Al-Assad akhirnya berubah menjadi Perang Saudara Suriah dengan skala penuh. Seperti halnya Irak dan Libya, Suriah sedang menuju kehancuran total. Pemerintahan terpecah, banyak anggota militernya membelot menjadi lawan pemerintahan, bangkitnya kelompok-kelompok ekstrim, perang saudara, aksi pemusnahan etnis, kemunculan ISIS, pengungsian, dan kehancuran infra-struktur terjadi dimana-mana. Suriah kini tidak memiliki kekuatan lagi dan membuka lebar-lebar negaranya bagi segala bantuan dari luar negeri termasuk bantuan militer.
Yang menarik dari munculnya aksi revolusi Arab spring adalah bahwa saat aksi tersebut selesai, negara-negara yang megalaminya berangsur-angsur pulih tapi tidak dengan negara-negara yang berada di daerah yang dulu disebut sebagai Daerah Bulan Sabit Subur, yaitu Irak, Suriah, Libya, dan Mesir. Dua diantaranya adalah negara atau penduduk yang berada di sekitar sungai Efrat, yaitu Irak dan Suriah, dan kedua negara ini mengalami dampak yang paling parah. Suatu kebetulankah?
Daerah Bulan Sabit Subur sudah dan sedang “mengering”, untuk mempersiapkan jalan bagi datangnya negara-negara dari Asia Timur datang ke tanah Israel dalam perang Harmagedon. Nubuatan kitab Wahyu sudah dan sedang tergenapi terus. Itu artinya bahwa kedatangan Tuhan Yesus sudah sangat dekat! BERSAMBUNG. (VS.)
Pustaka:
- Julia Harte - “Drought and dams in Biblical garden of Eden” (2013); National Geographic Young Explorers.
-Wikipedia, https://en.wikipedia.org/