TANDA AKHIR ZAMAN
YANG SEDANG TERGENAPI DARI KITAB WAHYU
Bagian-2

“Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis didalamnya, sebab waktunya sudah dekat.” Wahyu 1:3


2. MENUJU MASYARAKAT DENGAN SATU IDENTITAS UNTUK SEGALA TRANSAKSI
Dan tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya.” (Why 13:17)
Di kesempatan yang berbeda rasul Yohanes mendapat penglihatan yang lain. Dia melihat bahwa semua orang di dunia menggunakan suatu tanda di lengan kanan atau di dahi mereka (Why 20:4). Tanda tersebut ternyata digunakan sebagai syarat untuk melakukan SEMUA jenis transaksi! Tanpa tanda itu, tidak seorang pun dapat membeli ataupun menjual!
Sebenarnya apa yang rasul Yohanes lihat dalam penglihatan tersebut? Mengapa semua orang bertransaksi dengan sebuah tanda, bukan dengan uang? Untuk menjawabnya maka kita bisa melihat perkembangan ID card (Kartu Identitas) atau Kartu Tanda Pengenal (KTP) di seluruh dunia. Sebab perkembangan ID card atau KTP adalah salah satu tanda akhir zaman yang akan memenuhi nubuatan Alkitab seperti apa yang tertulis Why 13:17.

KARTU IDENTITAS
Kita tentu tidak asing dengan Kartu Identitas, atau yang di Indonesia dikenal dengan KTP. Setiap orang dewasa pasti telah memiliki KTP. Didalam bahasa Inggris, KTP dikenal sebagai ID (Identity Document atau IDentification) yang dikeluarkan negara-negara di seluruh dunia sebagai dokumen tanda pengenal bagi setiap warga negaranya. 

Awalnya manusia tidak menciptakan ID. Tanda pengenal perseorangan bukan diawali dari ID, tapi dari paspor. Catatan paling tua mengenai paspor adalah tertulis di Nehemia 2:7 dimana nabi Nehemia yang berada dipembuangan di Persia meminta surat-surat kepada raja berupa surat perjalanan dan tanda pengenal agar ia dapat melewati perbatasan-perbatasan negara untuk pergi ke Yerusalem sekitar tahun 450 SM. Nama paspor sendiri muncul dari dokumen abad pertengahan yang mencatat bahwa masyarakat Eropa telah membuat sebuah surat perjalanan yang berisi identitas dan asal kota/negara bagi para pelancong. Kata paspor berasal dari kata “pass” atau “ijin” dan “port” yaitu “pelabuhan”. Pemberlakuan paspor secara sah melalui undang-undang diberlakukan di Inggris tahun 1414. Saat itu raja Henry V mengesahkan Undang-Undang Parlemen yang mengeluarkan Surat Identitas warganya untuk membuktikan siapa mereka di negeri asing.
Cikal bakal ID dikeluarkan di Prancis pada tahun 1789 pada saat Napoleon memberlakukan sistim dokumen identitas diri kepada para pekerja. Melihat keberhasilan sistem identitas pekerja di Prancis, Kerajaan Ottoman (sekarang Turki) kemudian mengadopsinya, namun dengan penggunaan yang lebih luas yaitu mencakup semua orang dewasa. Pada tahun 1844 kerajaan Ottoman resmi memberlakukan Kartu Identitas Nasional.
Pada era modern, di tahun 1938, Inggris mengeluarkan National Registry Act, yang mengamanatkan bahwa semua warga negaranya untuk memiliki “kartu” identitas. Mengapa disebut kartu identitas? Karena bentuk ID saat itu berupa sebuah kartu yang didalamnya diketik data identitas pemegangnya, dari situ muncullah isilah ID card atau kartu identitas. Kemudian Jerman mengikuti langkah Inggris pada tahun berikutnya, yaitu tahun 1939 atau tahun pecahnya Perang Dunia ke-II (PD II). Yang berbeda dengan ID Card di Jerman ini adalah adanya informasi tentang agama yang tujuannya diskriminatif, terutama bagi mereka yang beragama Yahudi. Penguasa Jerman saat itu, Hitler, sangat membenci golongan masyarakat keturunan dan agama Yahudi, melalui ID card ini diharapkan ia bisa memisahkan golongan ini untuk kemudian dibinasakan.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.9.jpgSaat PD II berkecamuk, banyak penduduk Eropa yang menjadi korban tewas, harus mengungsi, atau akhirnya ikut dalam pertempuran. Hal ini memunculkan kebutuhan akan pembuatan ID negara-negara di Eropa, terutama untuk meng-identifikasi mereka yang tewas atau para pengungsi. PD II membangkitkan pemikiran bahwa “setiap orang harus memiliki kartu identitas!” Hingga akhirnya pada tahun 1940, Perancis, Yunani, dan Polandia menerapkan sistim ID card bagi warga negaranya. Setelah perang selesai, hampir semua negara di Eropa sudah menerapkan sistem ID card, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara di Asia dan akhirnya ke seluruh dunia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SETIAP ORANG HARUS MEMILIKI ID DENGAN NOMOR UNIK
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.21.jpgKebanyakan, hingga tahun 1985, negara-negara tidak melakukan pemutakhir-an terhadap ID card baik dalam bentuk maupun fungsinya. ID card hanya berupa sebuah kartu kertas, atau plastik, tidak adanya basis data terpadu (database/ pangkalan data), tidak digunakan untuk fungsi strategis, dan mudah dipalsukan sehingga memungkinkan orang dapat memiliki lebih dari satu ID card. Sampai peristiwa 11 September 2001 (9/11) membuka mata dunia untuk menciptakan sebuah ID card yang terintegrasi. Mengapa demikian?
Setelah serangan teroris 9/11, Amerika Serikat (AS) sangat terguncang, dan peristiwa ini telah mengubah segalanya di dunia ini, termasuk sistem pencatatan kependudukan. AS merasa “kecolongan”, bagaimana mungkin teroris sebanyak itu bisa datang ke negara mereka, tinggal, berlatih, kemudian melancarkan serangan terorganisir tanpa terdeteksi sedikit pun?
Tidak lama setelah serangan 9/11, Larry Ellison, CEO perusahaan perangkat lunak pangkalan data terbesar dunia, Oracle, melemparkan ide agar pemerintah AS segera membuat National ID (KTP Nasional) bagi seluruh rakyat Amerika. Itu artinya seluruh warga Amerika akan memiliki sebuah smart card (kartu pintar), pengganti ID card yang sudah ketinggalan zaman, dimana data dari KTP Nasional itu akan tersimpan di satu pangkalan data terpusat. Jika diperlukan, maka data warga negara akan mudah dilacak, sehingga serangan-serangan teroris seperti peristiwa 9/11 bisa dihindari. Keistimewaan KTP Nasional ini adalah dengan adanya penambahan sebuah chip yang dapat memuat banyak informasi, seperti nomor induk penduduk yang unik (tunggal, tidak mungkin ada nomor ganda), data biometrik, hingga data DNA.
KTP Nasional ini bersifat multifungsi dan terintegrasi. Itu artinya KTP Nasional ini kelak bisa digunakan juga sebagai ATM, kartu kredit, SIM, kartu kesehatan, dan sebagainya. Dan data yang terkandung akan terintegrasi secara nasional bahkan global, seperti terhubung dengan data pemerintahan (spt. akte lahir), jaminan sosial, rumah sakit, perbankan, kepolisian, imigrasi (paspor), bahkan dengan data interpol (polisi internasional).
Dengan segala kemudahan yang ditawarkan KTP Nasional tersebut, segalanya kelihatan baik bukan? Namun ternyata respon mayoritas warga AS keberatan dengan rencana KTP Nasional tersebut. Selain dapat melanggar hak-hak privasi warga negaranya, data yang terintegrasi juga dikhawatirkan akan menjadikan AS dibawah pemerintahan yang otoriter. Namun pandangan warga negara AS itu berubah total saat mereka menyaksikan gempa dan tsunami Samudra Hindia tahun 2004. Mereka menyaksikan bagaimana bencana tersebut mengakibatkan ratusan ribu orang tewas (kebanyakan dari Aceh, Indonesia dan Thailand) tanpa bisa diidentifikasi. Mereka akhirnya hanya dikubur dalam kuburan masal tanpa diketahui namanya, tempat asal mereka, dan siapa sanak keluarganya. Melihat korban gempa dan tsunami yang tidak teridentifikasi, banyaknya aksi terorisme di dunia, dan maraknya kasus penculikan membuat kongres AS semakin yakin bahwa sudah seharusnya warga negaranya memiliki suatu identitas terpadu, dan jika mungkin ID tersebut “menempel” di dalam tubuh (implantasi), sehingga tidak mungkin untuk tertinggal atau hilang.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.6.jpgPada tahun 2005, kongres AS akhirnya menyetujui dan mengeluarkan Undang-Undang Kongres yang mengatur dokumen identitas yang baru. Tepatnya tanggal 11 Mei, pemerintah AS resmi mengeluarkan REAL ID Act of 2005. Dengan masa peralihan selama 3 tahun, maka dijadwalkan semua kartu identitas warga AS yang lama akan selesai diperbaharui dan diganti dengan yang baru, yaitu REAL ID, pada tanggal 11 Mei 2008.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.7.jpgDi tahun yang sama dengan dikeluar-kannya undang-undang identitas yang baru, Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat mengembangkan sistem dokumen identitas berbasis implantasi yang diberi nama VeriChip, sebuah perangkat perekam data individu seukuran lebih besar sedikit dari beras yang biasanya ditanamkan diantara area bahu dan siku lengan kanan. REAL ID dan VeriChip berjalan bersama. Pada tahun 2010 VeriChip berubah nama menjadi PositiveID dengan penambahan beberapa kemampuan. Diharapkan setelah perekaman data dan pengintegrasian REAL ID selesai maka PositiveID akan mengantikannya. Namun karena doa-doa umat percaya di AS, PositiveID kemudian mendapat penolakan luar biasa dari masyarakat AS. Bahkan 3 negara bagian AS mengeluarkan undang-undang anti-chipping (penolakan pengguna-an microchip pada tubuh). Banyak hamba Tuhan, gereja, aktivis, seperti Mark Dice, melalui bukunya “The Resistance Manifesto” memperingatkan Gereja Tuhan bahwa PositiveID berhubungan dengan Tanda Binatang seperti yang kitab Wahyu tulis. Demikian juga, Gary Wohlscheid, presiden The Last Days Ministry, menyatakan bahwa dari semua teknologi yang ada, PositiveID adalah teknologi yang paling berpotensi menjadi Tanda Binatang itu. Hasilnya, sekalipun setelah melewati berbagai tes termasuk telah lulus pengujian Badan Obat dan Makanan AS (FDA) namun pada tahun 2010 pembuatan dan pemasaran PositiveID dihentikan hingga waktu yang tidak ditentukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAGAIMANA DENGAN DI INDONESIA?
Dampak dari serangan 9/11 di AS ternyata menjalar ke seluruh dunia, yaitu gerakan “perang melawan terorisme” salah satunya berdampak pada perubahan drastis pada sistim pencatatan kependudukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pasca peristiwa 9/11, pada tahun 2004 Indonesia kemudian melakukan konversi sistem KTP konvensional kepada “KTP Nasional 2004” yang terkomputerisasi sebagai persiapan masyarakat dengan satu identitas.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.8.jpgKonversi ini dilatarbelakangi oleh kelemahan KTP konvesional yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang unik atau khas (Unique Identification Data/UID) dan dukungan basis data terpadu (database). Kelemahan KTP konvensional ini memberi peluang bagi orang-orang yang ingin berbuat curang dengan menggandakan KTP untuk keperluan: Menghindari pajak; membuat paspor dengan KTP palsu, mengamankan aksi kejahatan dan korupsi, menyembunyikan identitas (seperti teroris) dan sebagainya. Sehingga Kementerian Dalam Negeri memutuskan agar semua warga negara Indonesia yang sudah memiliki KTP lama, sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah untuk mendapatkan NIK. NIK ini unik, dan berlaku hanya untuk satu orang dan berlaku seumur hidup. NIK akan digunakan dan dicantumkan dalam KTP Nasional 2004 yang nantinya akan dijadikan dasar penerbitan KTP, paspor, SIM, kartu kesehatan, kartu pendidikan, Nomor Pokok Wajib Pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya. Menteri Dalam Negeri memastikan NIK ini siap pada 2011.

 

 

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.11.jpgProses pemberian NIK berjalan sesuai rencana, hingga akhirnya pada tahun 2012 Kementrian Dalam Negeri bisa segera melangkah ke pembuatan electronic ID (e-ID), yaitu pemutakhiran (up grade) KTP Nasional 2004 ke KTP elektronik atau KTP-el, atau yang lebih dikenal dengan sebutan e-KTP.  Proyek e-KTP dimulai pada tahun 2009 yang bertujuan untuk melengkapi dan sarana pemutakhiran KTP Nasional 2004 yang telah memiliki NIK yang unik kepada sistem e-ID dan smart ID yaitu e-KTP. Kelebihan e-KTP ini adalah mulai digunakan-nya pusat data terpadu dalam menyimpan datanya, yang artinya e-KTP tidak bisa digandakan, sebab pusat data akan memasti-kan pemilik data e-KTP itu unik atau tunggal.
Kelebihan e-KTP lainnya adalah KTP ini akan dilengkapi dengan sebuah chip yang dapat merekam data biometrik (berupa data retina mata dan sidik jari) dan kemampuan-nya dalam multiaplikasi berskala nasional bahkan Internasional. Itu artinya jika sistemnya sudah sama, maka fungsi e-KTP bisa diperluas dan diintegrasikan sebagai dokumen-dokumen identitas lainnya (seperti SIM), sebagai alat pembayaran (seperti ATM), dokumen perjalanan internasional, dan sebagai dokumen voting (kartu Pemilu). 
Namun seperti kita ketahui, proyek e-KTP ini akhirnya tersendat akibat kasus mega korupsi. Akibat pengurangan dana yang signifikan berdampak terjadinya perbedaan antara spesifikasi chip dan spesifikasi software pembaca yang dibeli Kementrian Dalam Negeri. Jutaan chip terbengkalai di gudang dan mengakibatkan e-KTP yang kita pegang saat ini tidak, atau paling tidak belum, mengandung chip.

SEGALANYA MENJADI ONLINE DAN NONTUNAI
Sekalipun program PositiveID di AS dihentikan, dan proyek e-KTP di Indonesia tersendat akibat kasus mega korupsi, apakah gerakan masyarakat dengan satu identitas akhirnya berhenti? TENTU TIDAK! Program menuju masyarakat dengan satu identitas itu komprehensif (luas dan lengkap). E-KTP hanyalah salah satu program yang akan melengkapi dan dilengkapi program-program lainnya. Intuk itu, selain program e-KTP, banyak kementrian di pemerintahan yang akan melaksanakan program-program lainnya yang akan bersinergi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia memiliki satu identitas. Berikut beberapa program yang dapat disebutkan:

BPJS Kesehatan
Pada tanggal 1 Januari 2014, pemerintah mengeluarkan program BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Sesuai pasal 14 UU BPJS menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia wajib menjadi anggota BPJS. Itu artinya setiap masyarakat Indonesia nantinya akan memiliki “kartu sakti” berupa kartu BPJS yang diberikan kepada masyarat untuk mempermudah mendapatkan pelayanan kesehatan.

Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.4.jpgGerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
Pada tanggal 14 Agustus 2014 Gubernur Bank Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku bisnis Indonesia untuk mulai beralih menggunakan sarana pembayaran nontunai dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Dengan gerakan ini diharapkan masyarakat mulai memiliki dan menggunakan alat-alat pembayaran nontunai seperti ATM, kartu kredit, pembayaran online, dan alat-alat pem-bayaran elektronik lainnya.

 

 

 

 

 

 

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.5.jpgTanggal 1 Januari 2015 Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberlakukan aturan kewajiban kepemilikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi mereka yang memiliki penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Itu artinya setiap wajib pajak akan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak tunggal dan kartu NPWP ini diberikan kepada wajib pajak untuk mempermudah administrasi perpajakan, dan sebagai kewajiban untuk mendapatkan pelayanan umum, seperti kredit bank, paspor, SIUP, dan persyaratan pegawai untuk beberapa instansi.

 

 

 

 

 

 

 

 

Konversi semua jenis standar teknis ATM menjadi teknologi chip
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.12.jpgUntuk meningkatkan keamanan, melalui Bank Indonesia, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran mengkonversi standar teknis alat pembayaran magnetic tape (terutama ATM) dengan menggunakan Standar Nasional Teknologi Chip dan PIN paling lambat hingga tanggal 30 Desember 2015. Itu artinya, memasuki tahun 2016 seharusnya semua alat pembayaran sudah terkonversi menjadi kartu chip. Namun karena pihak bank menyatakan ketidaksanggupan, maka batas waktu konversi akhirnya diundur menjadi paling lambat hingga tanggal 31 Desember 2021.
Sekalipun mundur, perbankan diberi 4 tahapan batas waktu yang harus ditaati. Tahap pertama, hingga akhir 2018 sebanyak 30% kartu ATM harus sudah menggunakan chip. Kemudian akhir tahun 2019, sebanyak 50%. Akhir tahun 2020, sebanyak 80%. Dan akhirnya hingga 31 Desember 2021, seluruh alat pembayaran di Indonesia sudah menggunakan teknologi chip.

 

 

 

 

 

Kartu Identitas Anak (KIA)
Pada tanggal 14 Januari 2016, berdasarkan Permendagri No. 2 Thn. 2016, Kementrian Dalam Negeri mengeluarkan peraturan yang mewajibkan anak diatas 1 tahun dan dibawah 17 tahun harus memiliki Kartu Identitas Anak (KIA). KIA ini masih dalam masa sosialisasi hingga akhir 2017, dan diharapkan dapat diterapkan pada tahun 2018.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.13.jpg

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mempercepat keuangan inklusif 
Dari tadi kita berbicara tentang NPWP, kartu kredit, ATM, SIM, dan alat-alat pembayaran nontunai lainnya yang kesemuanya hanya dimiliki oleh masyarakat golongan menengah ke atas. Memang mudah bagi pemerintah melakukan migrasi masyarakat golongan menengah ke atas kepada kehidupan nontunai. Mereka yang memiliki penghasilan tetap, pekerjaan tetap, orang-orang kaya, pengusaha, dan mereka yang hidup di atas piramida ekonomi memang sudah terbiasa dengan kehidupan nontunai. Mereka minimal pasti telah memiliki ATM, kartu kredit, e-Banking, e-money, atau bahkan memiliki semuanya. Tapi bagaimana dengan mereka yang berada di piramida terbawah, yaitu mereka yang termasuk dalam golongan masyarakat miskin yang sama sekali tidak memiliki keter-singgungan dengan aktivitas perbankan seperti tabungan, transfer, kredit, atau asuransi. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di desa-desa, di pelosok, di pulau-pulau, atau di kota besar namun hidup dalam kemiskinan. Perputaran uang mereka sangatlah kecil, yaitu hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika beruntung mereka bekerja sebagai penjual warung kecil-kecilan, pedagang kaki lima, buruh, pekerja serabutan, pemulung, atau usaha kecil lainnya yang sangatlah sulit untuk diterapkannya transaksi nontunai. Satu-satunya kartu yang mereka miliki mungkin hanya KTP.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.3.jpgMenjawab tantangan tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan Keuangan Inklusif. Keuangan inklusif adalah sebuah konsep keuangan yang ditujukan kepada masyarakat miskin agar mereka dapat memanfaatkan produk keuangan formal, seperti layanan perbankan dan transaksi nontunai. Keuangan inklusif akan dilaksanakan dengan berfokus pada hal-hal mendasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat miskin, seperti: kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, ketahanan pangan, perbaikan gizi, dan bantuan kredit usaha. Untuk itu, melalui Kementrian Sosial (Kemensos), pemerintah kemudian mulai menjalankan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dalam penyaluran dananya menerapkan prinsip kartu ATM bank. Masyarakat miskin yang berhak penerima bantuan langsung akan menerima kartu Bantuan Sosial (Bansos) seperti: Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Tani, Kartu Nelayan, kartu Kredit Usaha Rakyat, dan sebagainya. Melalui kartu-kartu ini, masyarakat miskin dapat mengambil uang bantuan di bank-bank negara atau di kantor pos seperti layaknya seorang nasabah mengambil uang di bank menggunakan kartu ATM. Dengan cara ini, selain mengurangi kebocoran dana jika harus disalurkan melalui aparatur negara, bantuan langsung ini juga merupakan perpanjangan tangan agar seluruh masyarakat Indonesia pada akhirnya memiliki kartu transaksi untuk memper-lengkapi dan memperkenalkan transaksi nontunai.
Program BLT ini sangatlah membantu, namun ternyata masih memiliki kelemahan. Kelemahan yang dimaksud terjadi dikarenakan bantuan yang kemudian dicairkan masih berupa uang tunai, yang kemudian sering digunakan secara tidak tepat guna, seperti membeli rokok, pulsa, berjudi, membayar cicilan barang mewah, dan sebagainya. Untuk itu akhirnya mulai bulan Juni 2017, Kementrian Sosial menyempurnakan dan merubah program bantuan sosial berupa penyaluran Bantuan Langsung Tunai menjadi nontunai yang diberi nama Program Keluarga Harapan (PKH). Bagi mereka yang termasuk golongan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) maka mereka akan mendapatkan Kartu elektronik PKH (KePKH) sebagai identitas penerima. Kartu ini akan mencakup sebagai kartu ATM rekening BRI, kartu jaminan pendidikan, dan sebagai kartu jaminan akses kesehatan masyarakat di RSUD dan puskesmas.

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.16.jpgDescription: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.15.jpgDengan kartu KePKH, diharapkan dana bantuan yang diterima oleh masyarakat miskin tepat sasaran dan tepat guna yaitu hanya digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan membeli kebutuhan pokok saja. Oleh sebab itu, sekalipun dalam bentuk kartu ATM, kartu KePKH tidak dapat digunakan untuk mencairkan uang tunai tapi hanya dapat digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok secara nontunai, seperti membeli LPG 3kg, pembayaran listrik, dan pembelian bahan pokok lainnya di e-Warung, mesin jual otomatis, atau di Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan (KUBE PKH). Untuk mendukung pelaksanaannya, pemerintahan di daerah-daerah juga mengeluarkan program-program yang akan bersinergi demgan KePKH seperti pembuatan ATM Beras, ATM telur, dan ATM daging, yaitu mesin jual otomatis (vending machine) yang dapat mengeluarkan kebutuhan pokok dalam jumlah tertentu secara otomatis bagi mereka yang memiliki kartu bantuan.

 

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.18.jpgSelain sebagai sarana mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan sosial, melalui Kartu elektronik PKH, diharapkan dapat membiasakan SEMUA golongan masyarakat menengah terhadap transaksi nontunai dan siap memasuki masyarakat tanpa uang tunai.

 

 

 

 

 

 

 


Kartu Indonesia Satu (Kartin1)
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.17.jpgMelalui Direktorat Jenderal Pajak tertanggal 31 Maret 2017, pemerintah memperkenalkan Kartu Indonesia Satu atau Kartin1. Kartu multifungsi ini merupa-kan upaya pemerintah untuk mewujudkan penerapan identitas tunggal untuk menyatu-kan semua identitas dan alat pembayaran nontunai yang terus disempurnakan seperti disebutkan di atas.
Kartin1 merupakan kartu terintegrasi yang diharapkan akan menjadi identitas baru bagi masyarakat Indonesia yang merupakan kolaborasi antara e-KTP, NPWP, SIM, BPJS, STNK, paspor, hingga kartu debet dan e-money. Kartin1 juga terbuka bagi program-program perbankan yang akan diintegrasikan sesuai kebutuhan. Sebagai contoh jika kita adalah nasabah sebuah bank, maka bank tersebut bisa menghubungkan akun kita dengan Kartin1 sehingga Kartin1 tersebut kemudian akan berfungsi juga menjadi ATM atau bahkan kartu kredit bank tersebut. Kartu ini juga akan diintegrasikan dengan sekolah dan kampus sebagai Kartu Tanda Pelajar dan alat pembayaran sekolah, dan alat penerima bantuan pendidikan pemerintah, bantuan sosial, dan sebagainya.

 

 

 


Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.23.jpgMelalui Kartin1, pemerintah berharap dapat penghimpun identitas wajib pajak, memudahkan pemerintah merekam seluruh aktivitas ekonomi, dan mengurangi beban negara dalam mencetak uang, dan blanko kartu-kartu identitas dan kartu-kartu transaksi karena semuanya sudah terintegrasi di satu kartu.

KEHIDUPAN NONTUNAI BUKANLAH PILIHAN
Saat ini negara kita sedang menuju masyarakat nontunai dengan satu identitas. Dan ini bukanlah pilihan! Kita tidak bisa memilih untuk menjadi masyarat nontunai atau tunai. Tidak bisa! Kita akan menyaksikan bagaimana program-program dan regulasi-regulasi akan terus dikeluarkan untuk memastikan semua warga negara Indonesia akan beralih kepada transaksi nontunai berbasis identitas pribadi.
Dengan banyaknya aksi terorisme beserta aliran dananya, meningkatnya aksi kejahatan keuangan, seperti perampokan, pungli, pemalsuan uang, pencucian uang, dan korupsi, mau tidak mau pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi rakyatnya dan perekonomian negara. Pemerintah akan segera merubah segala jenis transaksi tunai kepada transaksi nontunai, dan ini akan didukung oleh undang-undang yang kuat untuk memastikan semua orang akan mematuhi apa yang telah ditetapkan, atau mereka akan mendapat berbagai kesulitan dan ketidaknyamanan, atau bahkan tidak dapat “menjual atau membeli” sama sekali. Uang tunai akan segera dihilangkan, bahkan kelak menggunakan uang tunai adalah ilegal.
Sebagai contoh, tahun 2013 pemerintah menerapkan sistem e-tiket untuk pembayaran bis transjakarta dan kereta Commuter Line se-Jabodetabek. Itu artinya semua pengguna alat transportasi modern tersebut harus memiliki kartu pembayaran nontunai/e-tiket yang dikeluarkan bank. Jika kita masih ingin menggunakan uang tunai, maka kita hanya bisa menggunakan alat transportasi biasa, seperti angkot dan bis-bis ekonomi yang penuh sesak. Contoh lain adalah peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa mulai bulan Oktober 2017 seluruh pengguna jalan tol di Indonesia harus melakukan pembayaran dengan nontunai. Itu artinya, barangsiapa ingin menggunakan ruas jalan tol yang nyaman maka harus memiliki alat pembayaran nontunai. Jika tidak, maka kita harus melewati jalan biasa yang macet.
Tanpa disadari, satu per satu transaksi akan berubah kepada transaksi nontunai dan layanan online. Membeli tiket kereta api kini harus online dan wajib menggunakan pembayaran nontunai, begitu juga pembelian tiket pesawat terbang harus online. Tahun depan, pembelian tiket penyebrangan kapal laut (ASDP) akan menyusul menggunakan transaksi online dan nontunai, demikian juga dengan angkutan darat seperti bis antar kota dan pulau (AKAP) akan memberlakukan pembelian tiket online dan pembayaran nontunai. Urban transportasi pun kini serba online, taksi online, ojek online, jasa pengiriman barang online, dan sebagainya. Sampai saat ini mereka memang masih melayani pembayaran tunai, namun mereka menawarkan diskon bagi yang melakukan pembayaran melalui pembayaran nontunai. Dengan diskon tersebut tentu akan mendorong orang untuk lebih memilih pembayaran nontunai.
Berbagai aktivitas online dan nontunai sedang dalam tahap uji coba di segala bidang. Di dunia pendidikan, pendaftaran sekolah dan ujian kini sudah dilakukan secara online. Di bidang birokrasi, untuk menghilangkan budaya pungli, Menkum HAM juga memastikan satu per satu urusan-urusan birokrasi akan diubah menjadi sistem online atau pembayaran nontunai melalui bank, seperti pembayaran SSP pajak, pembuatan paspor, pendaftaran notaris, pengurusan surat-surat izin, dan sebagainya.

SEMUA UNTUK KEBAIKAN DAN EFISIENSI
Sekalipun kita menyaksikan semacam ada percepatan dalam persiapan menuju masyarakat tanpa uang tunai (Cashless society) di Indonesia, akan tetapi apa yang kita lakukan tersebut sebenarnya belum seberapa dibanding dengan negara-negara lain seperti halnya Swedia atau Belgia. Persentase pemegang kartu debit di Swedia telah mencapai 93% dari total seluruh penduduknya. Dari pembayaran bis hingga pemberian persembahan di gereja, Swedia telah menerapkan transaksi debit/nontunai. Sedangkan Belgia dinobatkan sebagai negara yang masyarakatnya telah memasuki masyarakat nontunai, dimana volume pembayaran nontunai penduduk Belgia telah mencapai 93%. Berikut adalah 10 negara dengan persentase tertinggi dalam volume pembayaran nontunainya: 1. Belgia (93%); 2. Perancis (92%); 3. Kanada (90%); 4. Inggris (89%); 5. Swedia (89%); 6. Australia (86%); 7. Belanda (85%); 8. Amerika Serikat (80%); 9. Jerman (76%); 10. Korea Selatan (70%).
Masyarakat tanpa uang tunai sangatlah bermanfaat, menghemat waktu, biaya, dan paperless, artinya kita tidak perlu menebang pohon untuk membuat uang kertas, giro, cek, nota, dsb. Belum lagi uang itu kotor, wabah global H1N1 (flu babi) dan H5N1 (flu burung) tahun 2009 juga menjadi salah satu krisis yang membuka mata masyarakat negara-negara maju bahwa uang adalah penyebar virus. Virus influenza adalah virus yang dapat hidup selama 17 hari di pori-pori uang kertas! Transaksi nontunai tentu akan menyelamatkan banyak nyawa orang.

APA KATA ALKITAB TENTANG TRANSAKSI NONTUNAI INI?
Kehidupan nontunai dan identitas tunggal yang pemerintah negara-negara dunia sedang terapkan adalah salah satu tanda dari akhir zaman. Jauh sebelum ini, rasul Yohanes telah melihatnya dan telah menuliskannya di kitab Wahyu.
Dan tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya.” (Why 13:17)
Apa yang rasul Yohanes lihat ternyata secara bertahap telah tergenapi hari-hari ini. Itu artinya kita hidup di akhir zaman, dan itu juga artinya sebentar lagi Tuhan Yesus akan datang untuk keduakalinya. Dan setelah itu, Antikristus akan muncul dalam perpolitikan dunia dan akan menjadi diktator yang terakhir yang sangat sangat jahat. Setelah berkuasa, Antikristus kemudian akan segera mengambil alih sistem transaksi nontunai yang berbasis identitas pribadi ini untuk mencapai maksud-maksud jahatnya.
Description: G:\gbisukawarna\web_2014\buletin_doa\bulet_terbaru\224.1.jpgPengetahuan orang percaya tentang perkembangan transaksi nontunai ini sangat penting. Masyarakat nontunai dengan identitas tunggal mempunyai potensi yang mengerikan lebih daripada kegunaannya, sebab Antikristus akan memanfaatkan apa yang dunia telah bangun sebagai senjata yang sempurna untuk memastikan SEMUA orang di dunia ini tidak dapat membeli atau menjual selain daripada mereka yang telah mengenakan tanda Antikristus, yaitu 666. 
Semua penggenapan nubuat akhir zaman di Alkitab tidak terjadi dengan tiba-tiba, semua melalui proses panjang. Tanda Binatang juga tidak datang secara tiba-tiba, tapi ada proses, dan kita dapat menyaksikan bagaimana proses itu sedang terjadi. Segalanya sudah siap, semua kartu pengenal dan setiap kartu transaksi hanya tinggal melewati proses sinkronisasi, maka semuanya akan terhubung secara global. Tidak lama lagi, identitas 7 miliar manusia di dunia ini akan terhubung dan masuk dalam sistem ekonomi global. Sistemnya sudah siap! Dengan jaringan internet yang sudah terhubung ke seluruh dunia ke hampir semua komputer dan gadget, kita hidup dimana sudah dimungkinkan bagi suatu kekuasaan yang terpusat untuk merampas semua kendali atas identitas, transaksi perbankan, dan transaksi jual beli di seluruh dunia.
Apakah hal ini berarti kita sebagai orang percaya harus menentang trend menuju masyarakat tanpa uang tunai dan menghindari pemakaian kartu-kartu elektronik? Tentu tidak! Teknologi ini tidaklah jahat. Bahkan teknologi ini sangat nyaman dan membantu. Namun, kita harus menyadari bahwa perubahan-perubahan yang terjadi disekitar kita ini berfungsi sebagai tanda bahwa kita makin mendekati akhir zaman. Tidak akan ada yang bisa menahan atau membatalkan rencana dunia untuk menuju masyarakat dengan identitas tunggal dan masyarakat nontunai. Transaksi nontunai berbasis identitas pribadi adalah komponen utama pemerintahan Antikristus. 
Usaha dan percepatan menuju masyarakat nontunai akan terjadi di seluruh dunia. Kita tidak akan pernah tahu pasti apa yang akan menyusul, perangkat apa yang akan dipilih dunia untuk transaksi nontunai secara universal nanti, apakah PositiveID? Mungkin saja, tapi mungkin juga yang lain (lihat edisi yang akan datang). Semuanya akan terjadi dengan sangat cepat, bahkan melebihi apa yang dapat kita bayangkan. Satu-satunya cara yang dapat kita lakukan adalah mengenal kebenaran!
Sebagai umat Kristen, jangan pernah menaruh pengharapan dan berfokus pada keuangan kita dan pada sistem-sistem dunia ini. Semua sistem yang dibangun oleh dunia ini, sekalipun saat ini bertujuan untuk kebaikan, namun nanti akan digunakan oleh Antikristus untuk maksud-maksud jahatnya.
Di hari-hari terakhir ini, mulailah lebih lagi berfokus kepada Kristus, sang Kebenaran itu. Agar kelak, saat Tuhan Yesus Kristus datang diawan-awan untuk menjemput Gereja-Nya kita akan terangkat bersama-sama dengan seluruh orang percaya di seluruh dunia. Sehingga kita dapat terluput dalam peristiwa yang mengerikan di akhir zaman, yaitu peristiwa dimana akhirnya Antikristus muncul, menggunakan sistem transaksi nontunai berbasis identitas ini untuk memaksa SEMUA orang di dunia ini agar menyembah dia dan memastikan mereka mengenakan tanda 666 yang membinasakan itu. (VS.) BERSAMBUNG